PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI INDONESIA
Acuran
Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Indonesia
Pengelolaan SDA seharusnya memberi manfaat bagi masyarakat
secara adil dan berbagai pihak secara luas, karena sesuai mandat UUD Pasal 33
ayat (3) adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, secara berkeadilan
dan berkelanjutan.
Pengelolaan
sumberdaya alam merupakan pengelolaan lahan, air, tanah, tumbuhan, dan hewan,
dengan fokus terutama pada pengelolaan yang mempengaruhi kualitas hidup
manusia, baik untuk generasi sekarang maupun yang akan datang (Anonim,
2010).
Pengelolaan
sumberdaya alam berkaitan dengan interaksi antara manusia dengan lingkungannya.
Hal itu mencakup rencana penggunaan lahan, pengelolaan air, konservasi
keanekaragaman hayati, dan industri keberlanjutan, seperti pertanian, pertambangan,
pariwisata, perikanan, dan kehutanan. Itu menunjukkan bahwa manusia dan mata
pencahariannya masih bergantung pada kesehatan dan produktivitas lingkungan (Anonim,
2010).
1. Pengelolaan Sumberdaya Alam pada
Sektor Pertanian
Sektor
pertanian merupakan sektor yang sangat penting dan strategis, bukan hanya pada
sektor pada sektor ekonomi tapi juga pada sosial dan politik (Sutikno, 2006).
Dalam
Garis-Garis Besar Haluan Negara selama pemerintahan Orde Baru, disebutkan bahwa
prioritas pembangunan nasional adalah pada sektor pertanian (Kuncoro, 2002).
Upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk mengembangkan sektor
pertanian antara lain melalui peningkatan teknologi, penambahan input, maupun
melalui kebijakan-kebijakan pemerintah (Sutikno, 2006).
Di
Indonesia, peningkatan teknologi ditunjukkan dengan adanya revolusi hijau pada
tahun 1960-1970-an. Perkembangan revolusi hijau terjadi sebagai akibat dari
adanya interaksi atau hubungan yang erat antara pengembangan teknologi dan ilmu
pengetahuan. Menurut Tlyy (dalam Sutikno, 2006) perkembangan teknologi pada
sektor pertanian meliputi proses mekanisasi dan penemuan varietas unggul.
Sumberdaya
atau input yang digunakan dalam produk pertanian biasanya dibedakan menjadi dua
bagian, yaitu sebagai berikut (Sutikno, 2006).
Sumberdaya
internal (internal resources),
sumberdaya ini merupakan sumberdaya yang berasal dari alam, seperti tanah, air,
dan bibit.
Sumberdaya
eksternal (external resources),
sumberdaya ini merupakan sumberdaya yang berasal dari luar atau selain
sumberdaya alam, seperti traktor, pupuk, pestisida, dan bahan kimia lainnya.
Selain
penggunaan teknologi dan penambahan input untuk meningkatkan produksi sektor
pertanian, didukung pula oleh peran pemerintah melalui kebijakan-kebijakannya.
Di Indonesia, perkembangan sektor pertanian diawali dengan program
intensifikasi pertanian (Sutikno, 2006).
2. Pengelolaan Sumberdaya Alam pada
Sektor Pertambangan
Tujuan pengelolaan sumberdaya alam pada sektor ini adalah untuk
mencapai optimalisasi pemanfaatan sumber daya mineral, batubara, panas bumi dan
air tanah melalui usaha pertambangan dengan prinsip good mining practice.
Beberapa kegiatannya antara lain sebagai berikut (Anonim, 2012).
Penyusunan regulasi, pedoman teknis, dan standar
pertambangan mineral dan batubara panas bumi dan air tanah.
Pembinaan dan pengawasan kegiatan penambangan.
Pengawasan produksi, pemasaran, dan pengelolaan
mineral dan batubara, panas bumi dan air tanah.
Evaluasi perencanaan produksi dan pemasaran mineral
dan batubara, panas bumi dan air tanah.
Evaluasi pelaksanaan kebijakan program pengembangan
masyarakat di wilayah pertambangan.
3. Pengelolaan Sumberdaya Alam pada
Sektor Perikanan
Pengelolaan
sumberdaya alam pada sektor perikanan bertujuan untuk mengelola
dan mendayagunakan potensi sumber daya laut, pesisir dan pulau-pulau kecil
secara optimal, adil, dan lestari melalui keterpaduan antar berbagai
pemanfaatan sehingga memberikan kontribusi yang layak bagi pembangunan
nasional, pembangunan daerah, dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Beberapa
kegiatan pokoknya antara lain sebagai berikut (Anonim, 2012).
Perumusan kebijakan dan penyusunan peraturan dalam
pengelolaan sumberdaya laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil secara
terintegrasi.
Pengelolaan sumber daya pesisir, laut, dan pulau-pulau
kecil secara efisien, dan lestari berbasis masyarakat.
Pengembangan sistem MCS (monitoring, controlling,
and surveillance) dalam pengendalian dan pengawasan, termasuk pemberdayaan
masyarakat dalam sistem pengawasan.
Penataan ruang wilayah laut, pesisir, dan pulau-pulau
kecil sesuai dengan daya dukung lingkungannya.
Percepatan penyelesaian kesepakatan dan batas wilayah
laut dengan negara tetangga, khususnya dengan Singapura, Malaysia, Filipina,
Papua New Guinea, dan Timor Leste.
4. Pengelolaan Sumberdaya Alam pada
Sektor Kehutanan
Pengelolaan
sumberdaya alam pada sektor kehutanan yang dilakukan oleh pemerintah ini bertujuan
untuk memanfaatkan potensi hutan secara lebih efisien, optimal, adil, dan
berkelanjutan dengan mewujudkan unit-unit pengelolaan hutan produksi lestari
dan memenuhi kaidah sustainable forest management (SFM) serta didukung
oleh industri kehutanan yang kompetitif. Beberapa kegiatan pokok yang tercakup
dalam program ini antara lain sebagai berikut (Anonim, 2012).
Penetapan kawasan hutan.
Penetapan kesatuan pengelolaan hutan khususnya di luar
Jawa.
Penatagunaan hutan dan pengendalian alih fungsi dan
status kawasan hutan.
Pembinaan kelembagaan hutan produksi.
Pengembangan sertifikasi pengelolaan hutan lestari.
Pengembangan hasil hutan non-kayu dan jasa
lingkungannya.
Konservasi sumber daya hutan
Pengelolaan
sumberdaya alam juga kongruen dengan konsep pembangunan berkelanjutan, sebuah
prinsip ilmiah yang membentuk dasar untuk pengelolaan lahan berkelanjutan
secara global dan penguasaan lingkungan untuk melestarikan dan menjaga
sumberdaya alam (Anonim, 2010).
Pengelolaan
sumberdaya alam khususnya berfokus pada pemahaman ilmiah dan tekhnik sumberdaya
serta ekologi dan daya dukung sumberdaya ini. Pengelolaan lingkungan juga mirip
dengan Pengelolaan sumberdaya alam. Dalam konteks akademik, sosiologi
sumberdaya alam sangat terkait erat dengan lingkungan, namun berbeda dengan
pengelolaan sumberdaya alam. dengan kata lain, pokok perhatian berkisar pada
ekologi terapan (applied ecology) dan
lingkungan kehidupan manusia (human
environment) (Anonim, 2010).
Ekologi
terapan menyangkut kegiatan manusia di bidang pengelolaan sumberdaya alam,
dalam hubungan ini manusia secara langsung terlibat dalam serangkaian langkah
kegiatan yang membawa dampak ekologis. Hal itu dimungkinkan karena manusia
mengendalikan ekosistem dengan cara pengelolaan sumber alamnya yang dapat
menguntungkan ataupun merugikan keadaan ekologi dan tata lingkungannya.
Masalahnya kini berpokok pada pola dan arah pengelolaan ekosistem yang dapat
membawa hasil optimal bagi kehidupan manusia secara terus-menerus atau secara
berkelanjutan (Sutikno, 2006).
Penafsiran
tentang pembangunan yang berkelanjutan (sustainable
development) diartikan sebagai daya upaya untuk memenuhi kebutuhan generasi
kini tanpa mengorbankan kebutuhan generasi-generasi mendatang. Dengan kata
lain, proses pembangunan harus bisa berlangsung secara terus-menerus dan
sambung-menyambung.
Oleh karena
itu, dalam pengelolaan sumberdaya alam harus dilakukan secara hati-hati dan
penuh rasa tanggung jawab agar tidak memberikan dampak pada orang lain, baik
untuk saat ini maupun untuk masa yang akan datang (Sutikno, 2006).
Secara umum,
pengelolaan sumberdaya alam yang bertanggungjawab dapat diartikan sebagai
proses pengelolaan sumberdaya alam yang sesuai dengan kebutuhan saat ini tanpa
mengurangi kebutuhan generasi yang akan datang. Selain itu, dalam proses
pengambilan sampai dengan pengolahannya tidak menimbulkan biaya atau kerugian
yang harus ditanggung oleh orang lain, baik saat ini maupun masa yang akan
datang.
Menurut Suparmoko (dalam Sutikno, 2006), kebijakan sumberdaya alam yang
bertanggungjawab terhadap generasi saat ini maupun generasi yang akan datang
adalah terdiri dari satu himpunan peraturan serta tindakan yang berhubungan
dengan penggunaan sumberdaya alam untuk membuat perekonomian bekerja secara
efisien serta dapat bertahan dalam waktu yang tak terbatas, tidak menurunkan
pola konsumsi agregat, tanpa tidak dipulihkannya lingkungan fisik yang rusak
maupun tanpa menimbulkan risiko yang besar bagi generasi yang akan datang,
tetapi justru sebaliknya akan membuat generasi yang akan datang lebih sejahtera
(Sutikno, 2006).
Menurut
Sutikno (2006), dengan merealisasikan sistem pengambilan keputusan di bidang
pengelolaan sumberdaya alam secara partisipatif, transparan, dan akuntabel
merupakan hal yang penting dan strategis untuk mencegah eksploitasi/pengurasan
sumberdaya alam dan kerusakan lingkungan hidup, serta untuk mewujudkan prinsip
sumberdaya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan bisa digunakan
dalam jangka waktu yang paling lama (antar generasi) untuk menciptakan
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable
development).
Salah satu
masalah pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup adalah bagaimana agar
kepentingan
ekonomi dan lingkungan bisa berjalan. Untuk mengatasinya saat ini
muncul konsep baru, yaitu dengan menggunakan pendekatan standarisasi mutu
lingkungan bagi produsen barang maupun jasa, standarisasi mutu lingkungan
tersebut disebut ISO 14000 (Sutikno, 2006).
Untuk
menciptakan sistem pengelolaan lingkungan yang baik maka muncul ISO 14000.
Lingkup ISO 14000 mencakup bahan baku dari perangkat dan Sistem Pengelolaan
Lingkungan (SPL) atau Environmental
Management System (EMS) (Hale dalam Sutikno, 2006). Seri ISO 14000 ini bisa
mendorong atau sebagai alat pendukung ketentuan atau peraturan
perundang-undangan suatu negara. Karena penentuan ambang batas serta tolak ukur
kualitas lingkungan, tingkat pencemaran, atau kadar suatu zat pencemar tetap
menjadi wewenang pemerintah yang bersangkutan, misalnya untuk Indonesia akan
disesuaikan dengan SNI (Standar Nasional Indonesia). Sistem pengelolaan
lingkungan mempunyai makna penting dalam membantu suatu unit organisasi
(industri, usaha, dan sebagainya) dalam merumuskan lingkungan yang baik
(Sutikno, 2006).
Seri ISO
14000 dikembangkan dari standar ISO 9000 yang mencakup tiga kualitas suatu
produk untuk dapat memperkuat sistem dalam persaingan, yaitu keunggulan dalam
harga, kualitas, dan pengadaan. Oleh karena itu, ISO 9000 juga mempunyai
hubungan erat dengan manajemen mutu. Sedangkan ISO 14000 ditujukan terutama
untuk lebih meningkatkan citra baik suatu kegiatan bisnis terhadap lingkungan
hidup (Sutikno, 2006).
No comments:
Post a Comment