Mazhab-Mazhab dalam Ekonomi Islam
|
DALAM sejarah pemikiran ekonomi,
kehadiran aliran atau mazhab ekonomi biasanya bertujuan mengkritik,
mengevaluasi atau mengoreksi aliran-aliran ekonomi sebelumnya yang dinilai
tidak mampu menyelesaikan persoalan-persoalan ekonomi Dalam ekonomi
konevensional (umum), kita mengenal aliran ekonomi klasik, neoklasik, marxis,
historis, instituisonal, moneteris, dan lain sebagainya. Ilmu ekonomi Islam
pun tidak luput dari aliran atau mazhab-mahzab ekonomi
|
Adiwarman A. Karim (2010), salah
seorang ahli di bidang ekonomi Islam asal Indonesia, membagi mahzab ekonomi
Islam menjadi tiga bagian besar. Pertama mazhab baqir as-sadr, kedua mazhab
mainstream, dan ketiga mazhab alternatif-kritis.
Pertama, mazhab baqir as-sadr. Mahzab ini dipelopolri Baqir as-Sadr dengan bukunya yang fenomenal "Iqtishaduna" (Our Economics). Mazhab ini berpendapat ilmu ekonomi tidak pernah bisa sejalan dengan Islam. Ekonomi tetap ekonomi dan Islam tetap Islam. Keduanya tidak pernah dapat disatukan karena keduanya berasal dari fislosofi yang kontradiktif. Yang satu anti-Islam, yang lainnya Islam. Menurut pandangan mereka, perbedaan filosofis ini berdampak pada perbedaan cara pandang keduanya dalam melihat masalah ekonomi. Menurut ilmu ekonomi yang sudah kita kenal, masalah ekonomi muncul karena adanya keinginan manusia yang tidak terbatas, sementara sumber daya yang tersedia untuk memuaskan keinginan manusia jumlahnya terbatas. Mazhab Baqir menolak pernyataan ini, karena menurut mereka Islam tidak mengenal adanya sumber daya yang terbatas. Dalil yang dipakai adalah al-Quran. "Sesungguhnya telah kami ciptakan segala sesuatu dalam ukuran yang setepat-tepanya" (QS Al-Qomar [54]: 49). Dengan demikian, karena segala sesuatunya sudah diukur dengan sempurna, sebenarnya Allah telah memberikan sumber daya yang cukup bagi seluruh manusia di dunia. Pendapat bahwa keinginan manusia itu tidak terbatas juga ditolak. Contoh, manusia akan berhenti minum jika dahaganya sudah terpuaskan. Oleh karena itu, mazhab ini berkesimpulan bahwa keinginan yang tidak terbatas itu tidak benar sebab pada kenyataannya keinginan manusia terbatas. Selain itu, semua teori yang dikembangkan oleh ilmu ekonomi konvensional ditolak dan dibuang. Sebagai gantinya, mazhab ini berusaha menyusun teori-teori baru dalam ekonomi yang langsung digali dan direduksi dari Al-Quran dan As-Sunnah, meskipun kita belum melihat hasil pengembangan teori ekonomi yang digali dari wahyu tersebut. Selain Muhammad Baqir as-Sadr, tokoh-tokoh mazhab ini adalah Abbas Mirakhor, Baqir al-Hasani, Kadim as-Sadr, Iraj Toutouchian, Hedayati, dan lainnya. Kedua, mazhab mainstream. Mazhab ini berbeda pendapat dengan mazhab baqir. Mazhab kedua ini justru setuju bahwa masalah ekonomi muncul karena sumber daya yang terbatas yang dihadapkan pada keinginan manusia yang tidak terbatas. Keterbatasan sumber daya memang ada, bahkan diakui pula oleh Islam. Dalil yang dipakai adalah: "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar" (QS: Al-Baqarah [2]: 155). Sedangkan keinginan manusia yang tidak terbatas dianggap sebagai hal alamiah. Dalilnya: "Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu)" (QS: At-Takaastur [102]:1-3). Dan sabda Nabi Muhammad Saw, bahwa manusia tidak akan pernah puas. Bila diberikan emas satu lembah, ia akan meminta emas dua lembah. Bila diberikan dua lembah, ia akan meminta tiga lembah, dan begitu seterusnya sampai ia masuk kubur. Pandangan mahzab ini tentang masalah ekonomi hampir tidak ada bedanya dengan pandangan ekonomi konvensional. Kelangkaan sumber dayalah yang menjadi penyebab munculnya masalah ekonomi. Perbedaan mazhab mainstream dengan ekonomi konvensional terletak pada cara menyelesaikan masalah tersebut. Tokoh-tokoh mazhab ini di antaranya M. Umer Capra, M.A. Mannan, M. Nejatullah Siddiqi, dan lainnya. Mayoritas dari mereka bekerja di Islamic Development Bank (IDB), yang memiliki dukungan dana dan akses ke berbagai negara, sehingga penyebaran pemikirannya dapat dilakukan dengan cepat dan mudah. Mereka para doktor sekaligus profesor di bidang ekonomi yang belajar (dan ada juga yang mengajar) di universitas-universitas barat. Oleh sebab itu, mazhab ini tidak pernah membuang sekaligus teori-teori ekonomi konvensional ke keranjang sampah. Memang, mengambil hal-hal baik dan bermanfaat yang dihasilkan oleh bangsa dan budaya non-Islam sama sekali tidak diharamkan. Nabi bersabda bahwa hikmah/ilmu itu bagi umat Islam adalah ibarat barang yang hilang. Di mana saja ditemukan, maka umat Islamlah yang paling berhak mengambilnya. Sejarah telah menujukkan kepada kita bahwa para ulama dan ilmuwan Islam banyak yang meminjam ilmu dari peradaban lain seperti Yunani, India, Persia, Cina dan sebagainya. Pendek kata, yang bermanfaat atau sesuai dengan Islam diambil, yang tidak bermanfaat atau bertentangan dengan ajaran Islam ditinggalkan. Ketiga, mazhab alternatif-kritis. Pelopor mahzab ini adalah Timur Kuran (Ketua Jurusan Ekonomi University of Sourthen California), Jomo (Yale, Cambridge, Harvad, Malaya), Muhammad Arif, dan lain-lain. Mazhab ini mengkritik mazhab sebelumnya. Mazhab baqir dikirik sebagai mazhab yang berusaha menemukan hal baru yang sebenarnya sudah ditemukan oleh orang lain. Menghancurkan teori lama, kemudian menggantinya dengan teori baru. Sementara itu, mazhab mainstream dikritiknya sebagai jiplakan dari ekonomi neoklasik (modern) yang menghilangkan variabel riba dan memasukkan variabel zakat dan niat. Mazhab ini adalah sebuah mazhab yang kritis. Mereka berpendapat bahwa analisis kritis bukan hanya dilakukan terhadap sosialisme dan kapitalisme, tetapi juga terhadap ekonomi Islam itu sendiri. Mereka yakin bahwa Islam pasti benar, tetapi ekonomi Islam belum tentu benar karena ekonomi Islam adalah hasil tafsiran mansuia atas Al-Quran dan As-Sunnah sebagai epistimologi ilmu ekonomi Islam, sehingga nilai kebenarannya tidak mutlak. Proposisi dan teori yang diajukan oleh ekonomi Islam harus selalu diuji kebenarannya sebagaimana dilakukan terhadap ekonomi konevsional. |
Thursday, 30 June 2016
Mazhab - Mazhab Ekonomi Islam
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment