Tuesday, 15 November 2016

Baitul Mal wat Tamwil



                                                Baitul Mal wat Tamwil (BMT)


Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) terbilang mengalami perkembangan paling menonjol selama lima belas tahun terakhir, jika dibandingkan dengan berbagai lembaga keuangan syariah lainnya di Indonesia. LKMS-LKMS tersebut lebih dikenal masyarakat luas dengan sebutan Baitul Maal wat Tamwil (BMT). Masing-masing BMT biasa memiliki nama, yang diperlihatkan pada papan nama kantor dan berbagai identitas operasional lainnya. Ada yang mempublikasi nama dengan cantumkan status badan hukumnya sebagai Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS), serta ada pula yang secara lengkap menyatakan diri sebagai KJKS BMT dengan nama tertentu.

Sebagian besar BMT memiliki dua latar belakang pendirian dan kegiatan yang hampir sama kuatnya, yakni sebagai lembaga keuangan mikro dan sebagai lembaga keuangan syariah. Identifikasi yang demikian sudah tampak pada beberapa BMT perintis, yang beroperasi pada tahun 1980-an dan awal tahun 1990-an. Eksistensinya memang belum diketahui secara luas oleh masyarakat, serta masih melayani kelompok masyarakat yang relatif homogen. Selain cakupan geografis yang amat terbatas, dampak ekonomis dari kegiatannya pun terbilang masih amat minimal. Bagaimanapun, ciri dan latar belakang dimaksud sudah teridentifikasi secara cukup jelas. Fenomena kehadirannya secara bersama-sama telah mulai dikenal sebagai gerakan BMT.

Perkembangan pesat dimulai sejak tahun 1995, dan beroleh “momentum” tambahan akibat krisis ekonomi 1997/1998. Sekarang bisa dikatakan bahwa masyarakat luas telah cukup mengetahui tentang keberadaan BMT. Ada sekitar 3.900 BMT  yang beroperasi di Indonesia pada akhir tahun 2010. Beberapa diantaranya memiliki kantor pelayanan lebih dari satu. Jika ditambah dengan perhitungan faktor mobilitas yang tinggi dari para pengelola untuk “jemput bola”, memberikan layanan di luar kantor, maka sosialisasi keberadaannya telah bersifat masif. Wilayah operasional pun kini sudah mencakup daerah perdesaan dan daerah perkotaan, di pulau Jawa dan luar Jawa.

BMT-BMT yang hampir semuanya berbadan hukum koperasi tersebut diperkirakan melayani sekitar 3,5 juta orang nasabah, yang dalam praktiknya merupakan anggota dan calon anggota. Sebagian besar dari mereka adalah orang yang bergerak di bidang usaha kecil, bahkan usaha mikro atau usaha sangat kecil. Cakupan bidang usaha dan profesi dari mereka yang dilayani sangat luas, mulai dari pedagang sayur, penarik becak, pedagang asongan, pedagang kelontongan, penjahit rumahan, pengrajin kecil, tukang batu, petani, peternak, sampai dengan kontraktor dan usaha jasa yang relatif moderen.
Sesuai arti penyebutan, BMT memang melaksanakan dua jenis kegiatan, yaitu Baitul Maal dan Baitul Tamwil. Sebagai Baitul Maal, BMT menerima titipan zakat, infaq, dan shadaqah serta menyalurkan (tasaruf) sesuai dengan peraturan dan amanahnya. Sedangkan sebagai Baitul Tamwil, BMT bergiat mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan pengusaha kecil bawah dan kecil dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan ekonomi.
Sebagai Baitul Maal, beberapa bagian dari kegiatan BMT dijalankan tanpa orientasi mencari keuntungan. BMT berfungsi sebagai pengemban amanah, serupa dengan amil zakat, menyalurkan bantuan dana secara langsung kepada pihak yang berhak dan membutuhkan. Sumber dana kebanyakan berasal dari zakat, infak dan sedakah, serta dari bagian laba BMT yang disisihkan untuk tujuan ini. Adapun bentuk penyaluran dana atau bantuan yang diberikan beragam. Ada yang murni bersifat hibah, dan ada pula yang merupakan pinjaman bergulir tanpa dibebani biaya dalam pengembaliannya. Yang bersifat hibah sering berupa bantuan langsung untuk kebutuhan hidup yang mendesak atau darurat, serta diperuntukkan bagi mereka yang memang sangat membutuhkan, diantaranya adalah: bantuan untuk berobat, biaya sekolah, sumbangan bagi korban bencana, dan lain-lain yang serupa.

Yang bersifat pinjaman bergulir biasa diberikan sebagai modal produktif untuk melakukan usaha. Pada umumnya, dalam kaitan dengan pinjaman bergulir,  BMT tak sekadar memberi bantuan dana, melainkan juga memberi berbagai bantuan teknis. Bantuan teknis tersebut dapat berupa pelatihan, konsultasi, bantuan manajemen dan  bantuan pemasaran.

Sebagai Baitul Tamwil, BMT terutama berfungsi sebagai suatu lembaga keuangan syariah. Lembaga keuangan syariah yang melakukan upaya penghimpunan dan penyaluran dana berdasarkan prinsip syariah. Prinsip syariah yang paling mendasar dan yang sering digunakan adalah sistem bagi hasil yang adil, baik dalam hal penghimpunan maupun penyaluran dana. Sampai sejauh ini, kebanyakan BMT berupaya menjalankan fungsi keuangan syariah tersebut secara profesional dan patuh kepada syariah.
Secara faktual, BMT kemudian berkembang sebagai salah satu lembaga keuangan mikro (LKM) yang penting di Indonesia, baik dilihat dari kinerja keuangan maupun jumlah masyarakat yang bisa dilayaninya. Segala kelebihan yang biasa dimiliki oleh LKM pun menjadi karakter BMT. Salah satunya, sebagaimana banyak diketahui, LKM lebih tahan terhadap goncangan perekonomian akibat faktor eksternal Indonesia. Sementara itu, pengalaman krisis 1998 menunjukkan bahwa perbankan syariah memiliki daya tahan terhadap krisis dibanding yang konvensional, karena beroperasi atas dasar prinsip syariah. Sedangkan BMT sendiri beroperasi sangat mirip dengan perbankan syariah, kecuali dalam soal teknis terkait yang dilayani adalah nasabah mikro dan kecil.

Perkembangan yang pesat sebenarnya masih belum menunjukkan optimalisasi dari potensi yang jauh lebih besar. Masih ada banyak kendala dan tantangan dalam operasional BMT-BMT sehingga mereka belum menunjukkan kinerja yang optimal. Dukungan berbagai pihak pun belum sepenuhnya kuat. Keberadaannya pada “dua kaki”, sebagai lembaga keuangan mikro yang terkait erat dengan UMKM dan sebagai lembaga yang bersifat syariah, belum berhasil diramu menjadi keunggulan yang berkesinambungan. Pihak otoritas ekonomi di tingkat nasional, Pemerintah dan Bank Indonesia, serta kebanyakan Pemerintah Daerah masih terkesan lambat memberi dukungan. Bahkan, kadang ada hambatan akibat regulasi atau birokrasi yang tidak dilandasi pemahaman permasalahan di lapangan. Dari sisi internal BMT sendiri, masih ada banyak kendala terkait permodalan, sistem operasional dan ketersediaan sumber daya insani yang memadai.

Kesadaran internal para pegiat tentang belum optimalnya perkembangan BMT, sudah semakin tampak selama lima tahun terakhir. Berbagai forum dan kerjasama antar mereka telah dilakukan, termasuk mendirikan asosiasi dan perhimpunan. Ada upaya penyamaan beberapa hal yang memang perlu distandarisasi demi kemajuan bersama. Disadari ada banyak kendala dan tantangan dalam operasional, serta masih belum ada dukungan penuh dari beberapa pihak yang sebetulnya dibutuhkan. Tantangan internal yang utama diantaranya adalah: soal kepatuhan syariah (syariah compliance), soal mempertahankan idealisme gerakan, soal profesionalisme pengelolaan, soal pengembangan sumber daya insani, dan soal kerjasama antar BMT. Sementara itu, tantangan eksternalnya adalah: dinamika makroekonomi, masalah kemiskinan yang masih menghantui perekonomian Indonesia, dinamika sektor keuangan yang belum menempatkan keuangan mikro sebagai pilar utama, perkembangan teknologi yang cepat, serta masalah legalitas dan regulasi untuk BMT.

Sejalan dengan itu, para pejuang BMT semakin sadar akan kebutuhan meningkatkan kebersamaan yang lebih terorganisasi, sehingga mendorong lahirnya berbagai asosiasi. Awalnya adalah asosiasi BMT daerah, seperti asosiasi BMT Surakarta, Asosiasi BMT Klaten, Asosiasi BMT Wonosobo, Asosiasi BMT Jawa Tengah, dan lain-lain. Pada tanggal 14 juni 2005, Perhimpunan BMT Indonesia didirikan di Jakarta oleh 96 BMT, yang merupakan asosiasi atau perhimpunan BMT berskala Nasional yang pertama. Kemudian berdirilah asosiasi Baitul Maal Wat Tamwil Se-Indonesia (ABSINDO) pada bulan Desember 2005. Dalam soal menggalang kebersamaan ini ada dua pihak yang tercatat sebagai perintis dan berjasa besar. Pertama, Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk) yang didirikan pada tahun 1995 oleh Ketua Umum MUI, Ketua Umum ICMI dan Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia. Kedua, Dompet Dhuafa (DD) Republika, suatu lembaga yang menghimpun sumbangan berupa ZIS (Zakat, Infak, dan Sedekah), yang melakukan berbagai kegiatan pelatihan pegiat dan melakukan pembinaan intensif dalam manajemen pengelolaan banyak BMT.

Dalam perkembangan terkini dari beberapa asosiasi atau perkumpulan, yang patut mendapat perhatian khusus adalah Perhimpunan BMT (PBMT) Indonesia, yang sempat dikenal sebagai BMT center selama beberapa tahun sebelumnya. Peran PBMT Indonesia terus meningkat dan semakin mendapat dukungan berbagai pihak belakangan ini.


Setelah deklarasi Juni 2005, PBMT Indonesia sudah melakukan Musyawarah nasional yang kedua pada April 2010 di Park Hotel, Jakarta yang menetapkan Dewan Pengurus Pusat periode 2010–2015.  PBMT Indonesia menyelenggarakan pula pertemuan tahunan (summit) para manajer puncak dan pengurus BMT yang sudah dilakukan dua kali: di Wisma syahida IAIN Jakarta pada tahun 2009, dan di Hotel Bidakara Jakarta pada tahun 2010. Sedangkan summit ketiga akan dielenggarakan tanggal 20 sampai dengan 24 Nopember 2011 berlokasi di dua kota berturut-turut, Jakarta dan Kuala Lumpur. Sementara itu, anggotanya pun telah bertambah menjadi 187 BMT hingga Oktober 2011.
PBMT Indonesia telah mendirikan dan mengoperasionalkan sebuah badan usaha yang antara lain bertujuan memelihara dan memperkuat likuiditas BMT anggotanya, yaitu PT. Permodalan BMT (PBMT) Ventura. PBMT Ventura yang didirikan pertengahan tahun 2007 ini selain memperkuat likuiditas, kemudian berfungsi sebagai salah satu sarana mempercepat standarisasi beberapa aspek operasional BMT-BMT, seperti soal pelaporan keuagan dan akuntansi pada umumnya. Didirikan pula lembaga otonom pada tahun 2009, yang ditugaskan menangani soal peningkatan kualitas sumber daya insani BMT-BMT, yaitu PBMT Institute. Kini, PBMT Indonesia sedang dalam proses menyiapkan pengembangan teknologi informasi bagi keperluan masing-masing BMT dan jejaringnya.

Selain melakukan konsolidasi secara terus menerus, PBMT Indonesia merintis dan menjalankan beberapa aktivitas penting yang melayani kebutuhan anggota sekaligus mampu menghidupkan roda organisasi. Diantaranya yang menonjol adalah PBMT Travel yang melayani Umroh dan Haji Khusus, dan PBMT Ta’awun yang melayani aspek tolong menolong, semacam asuransi bagi para anggota pembiayaan.
Sedangkan langkah kebijakan yang lebih ditujukan kepada pihak eksternal, PBMT Indonesia melakukan pula berbagai kebijakan sosialisasi, publikasi dan advokasi. Sebagai contoh, PBMT berkomunikasi secara cukup intensif dengan pihak Pemerintah, khususnya Kementerian Koperasi, serta dengan pihak DPR RI dan DPD RI. PBMT juga giat bersilaturahmi ke berbagai tokoh nasional, menghadiri acara pihak-pihak yang banyak kaitannya dengan BMT, serta mennyelenggarakan forum diskusi. Salah satu opini yang ingin dipublikasikan adalah bahwa gerakan BMT sepenuhnya didedikasikan dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia, berhikmat bagi kesejahteraan umat Islam, serta merupakan bagian dari aktualisasi nilai Islam sebagai rakhmat bagi alam semesta, termasuk rakyat Indonesia.

Secara keseluruhan, PBMT Indonesia secara tegas menyatakan komitmennya terhadap penguatan dan pengembangan gerakan BMT. Penguatan yang dimaksud adalah mengenai posisi dan peran BMT dalam perekonomian nasional, bahkan perekonomian global. Selain mampu mengatasi berbagai ancaman, BMT diarahkan agar mampu mengoptimalkan peluang dan kesempatan dari dinamika eksternal. Sedangkan pengembangan adalah proses yang lebih bersifat internal, untuk meningkatkan kapasitas BMT, baik yang kuantitatif maupun kualitatif.
Bagaimanapun, PBMT Indonesia beserta para pegiat dan mereka yang peduli menyadari bahwa perkembangan BMT yang pesat itu masih belum optimal. Masih amat besar potensi yang dapat dikembangkan dari gerakan BMT. Berbagai masalah baru pun telah teridentifikasi sebagai konsekwensi logis dari tahap pertumbuhan yang telah dicapai oleh masing-masing BMT, maupun “industri” BMT secara keseluruhan. Selain itu, telah sangat dirasakan banyaknya tantangan masa depan terkait perkembangan kondisi eksternal yang sebagiannya harus dihadapi secara bersama-sama. Tantangan tersebut meliputi antara lain: dinamika perekonomian nasional bahkan global, kemajuan teknologi dan komunikasi, kondisi sosial politik dan budaya, kesadaran praktik syariah dan lain sebagainya.

Dalam kerangka itu, PBMT Indonesia merasa perlu menyusun suatu dokumen cetak biru (blueprint) bagi arah perkembangan BMT pada tahun-tahun mendatang. Diputuskan untuk menetapkan tahun 2020 sebagai tonggak acuan dalam merumuskan beberapa sasaran utama yang ingin dicapai. Dokumen tersebut disebut sebagai “Haluan BMT 2020”.
Haluan BMT 2020 pada dasarnya merupakan istilah yang memiliki pengertian serupa dengan istrilah-istilah seperti: blueprint, cetak biru, landscape, atau arsitektur BMT. PBMT Indonesia menggunakan istilah haluan karena dianggap memberikan nuansa yang bersifat lebih komprehensif dan rekomendatif mengenai tatanan dan posisi BMT yang didinginkan untuk waktu mendatang, yang langkah kebijakannya dimulai saat ini.

Haluan BMT 2020 dirancang sebagai rekomendasi kebijakan (policy recommendation)sekaligus menjadi arah kebijakan (policy direction)yang harus ditempuh BMT-BMT dan PBMT Indonesia dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan. Diidentifikasi berbagai tantangan utama yang diperkirakan dihadapi, disertai persiapan atas kemungkinan berapa perubahan besar dalam kondisi lingkungan yang lebih luas.
Haluan BMT 2020 memuat penjelasan tentang jati diri BMT, semacam identitas dan citra diri yang melandasi operasi BMT serta menginspirasi para pegiatnya. Haluan juga akan menjelaskan visi, misi dan sasaran pengembangan BMT. Ditetapkan pula kebijakan umum mengenai beberapa aspek utama yang berhubungan dengan operasional BMT seperti : kelembagaan, struktur, pengawasan, pengaturan dan lembaga penunjang lainnya. Meskipun bersifat arah kebijakan, Haluan juga memuat tahapan-tahapan dan langkah-langkah kegiatan atau Rencana Aksi yang merupakan inisiasi-insiasi kongkrit mengenai implementasinya. Rencana aksi akan mengalami beberapa perbaikan atau penyempurnaan jika diperlukan dalam setiap tahun pelaksanaannya.

Dengan adanya Haluan, diharapkan para pejuang BMT bersama-sama dengan stakeholders lainnya akan mengetahui bagaimana bentuk dan wujud BMT dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan. Mereka semua akan lebih mudah untuk melakukan perencanaan masing-masing dan saling mendukung satu dengan lainnya. Insiatif strategis dari Haluan diharapkan memberi inspirasi dan memandu para stakeholder bagi kegiatan pengembangan usaha BMT. Misalnya, bagi masing-masing BMT akan ada pedoman untuk menyelaraskan aktivitasnya.

Haluan dirancang pula sebagai salah satu infrastruktur penting bagikestabilan sistem keuangan secara keseluruhan, dan fundamen yang kuat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkesinambungan. Hal ini berkaitan erat dengan perlunya berbagi peran antara Perbankan dan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dalam memelihara stabilitas sistem keuangan. Pengalaman di masa lalu menunjukkan bahwa jatuhnya industri perbankan tidak hanya berakibat buruk terhadap sistem perbankan itu sendiri, melainkan juga berpengaruh terhadap kestabilan sektor keuangan secara keseluruhan yang pada akhirnya akan berdampak langsung terhadap kelangsungan sektor riil. Selain pembenahan pada sistem perbankan, memang diperlukan keberadaan dan peran yang lebih besar dari LKM (termasuk BMT di dalamnya) agar stabilitas itu lebih ditentukan oleh kekuatan-kekuatan dalam negeri dan melibatkan lebih banyak pihak.
Pengalaman berbagai krisis keuangan di banyak negara selama satu dasawarsa terakhir menunjukkan bahwa fundamental industri perbankan sekuat apa pun bisa goyah dalam waktu singkat. Industri Pasar Modal sebagai pasangan utamanya pun demikian, menunjukkan gejala instabilitas yang semakin meningkat pula. Kecepatan penularan hal-hal buruk pun antara kedua industry tersebut berlangsung semakin cepat. Salah satu penyebabnya adalah karena para pemain utama di kedua industri itu adalah pihak-pihak yang sama. 

Dalam konteks inilah harus difahami sebagian arti penting kebutuhan peningkatan porsi LKM dalam sistem keuangan nasional.  Dengan demikian, argumen perlunya pengembangan dan penguatan Lembaga Keuangan Mikro bukanlah filantropis, melainkan keniscayaan bagi ekonomi Indonesia. Negara yang sistem keuangannya hanya bertumpu pada perbankan, pasar uang dan pasar modal semakin mudah instabil dan krisis, bahkan untuk negara industri maju sekalipun.
Haluan ini diharapkan memiliki peran yang penting sebagai:
  1. Pedoman bagi BMT-BMT dalam usaha mengembangkan gerakan pemberdayaan ekonomi masyarakat serta meningkatkan pelayanan jasa keuangan mikro;
  2. Argumen pokok perlunya pengembangan dan penguatan industri BMT didukung oleh Pemerintah, DPR dan Bank Indonesia;
  3. Referensi bagi para stakeholder dalam pengembangan gerakan BMT dan lembaga keuangan syariah lainnya;
  4. Penjelasan kepada masyarakat luas pada umumnya, dan kalangan akademis pada khususnya tentang keberadaan dan rencana pengembangan BMT;
  5. Pedoman bagi lembaga-lembaga lain yang akan menerima manfaat dari keberadaan BMT baik secara ekonomis (jasa pelayanan keuangan mikro dan maal) maupun non ekonomis penelitian keuangan mikro syariah di Indonesia dan lain sebagainya), dengan demikian diharapkan tersedia informasi  yang jelas mengenai kesinambungan dan konsistensi dalam program-program gerakan BMT.

Wednesday, 9 November 2016

Ekonomi Koperasi

 
Perbedaan Akuntansi Koperasi dengan Badan Usaha Lain

Koperasi memiliki ciri dan karakteristik tersendiri yang membedakannya dengan badan usaha lainnya. Ikatan Akuntan Indonesia telah menetapkan Standar Akuntansi Keuangan terhadap praktik akuntansi badan usaha koperasi, yaitu PSAK NO.27. Koperasi merupakan badan usaha yang bertujuan mensejahterakan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dalam praktik usahanya koperasi tidak hanya mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, akan tetapi lebih mengutamakan pelayanan terhadap angota atau lebih mengutamakan kesejahteraan anggotanya. Modal koperasi antara lain terdiri dari simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan sukarela, dan cadangan-cadangan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa koperasi dibiayai dan dikelola oleh anggotanya sendiri .

Yang paling membedakan laporan keuangan badan usaha koperasi dengan badan usaha lainnya, antara lain dapat terlihat dari adannya laporan promosi ekonomi anggota dalam koperasi sedang pada usaha lain, laporan keuangan tersebut tidak ada.

Laporan promosi ekonomi anggota merupakan laporan keuangan yang menggambarkan manfaat-manfaat yang diterima oleh anggota dari badan usaha koperasi bersangkutan. Hal tersebut timbul karena anggota koperasi mempunyai identitas ganda (the dual identity of the member), yaitu anggota sebagai pemilik juga sekaligus sebagai pengguna jasa dari koperasi bersangkutan (user own oriented firm).

Koperasi akan lebih mengutamakan pelayanan terhadap anggotannya dibandingkan dengan pelayanan terhadap non anggota.

Dalam koperasi, pencatatan transaksi yang berasal dari anggota dan pencatatan transaksi yang berasal dari non anggota harus dipisahkan. Dengan demikian praktek akuntansi dan penyajian laporan keuangan yang diselenggarakan oleh suatu badan usaha koperasi akan berbeda dengan praktek akuntansi badan usaha lainnya. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik-karakteristik yang ada dalam badan usaha koperasi.

Ada beberapa perbedaan antara Badan Usaha Koperasi dan Badan Usaha Lain, diantaranya yaitu :

1. Anggota Koperasi sebagai Pemilik dan juga sebagai Pelanggan dari Koperasinya, sedang pada Badan usaha lain, Pemilik ≠ Pelanggan.

2. Pengambilan keputusan pada Koperasi berdasarkan one man one vote,sedang pada Badan usaha lain, pengambilan keputusan berdasarkan kepemilikan saham mayoritas

3. Pembagian Patronage refund  pada Koperasi didasarkan pada jasa Anggota, tidak berdasarkan kepemilikan saham seperti yang berlaku pada Badan usaha lain.

4. Patronage Refund pada Koperasi merupakan laporan tahunan Koperasi yang menyatakan besaran SHU, bukan Laba/Rugi seperti pada Perusahaan Non Koperasi.

5. Tujuan Koperasi adalah Pelayanan Maksimum bagi peningkatan kesejahteraan Anggota, sedang tujuan Badan usaha lainnya adalah Profit Maksimum.

6. Hasil Usaha Koperasi disebut SHU, sedang hasil usaha Badan usaha lainnya disebut Laba (SHU  Laba) di mana: Hasil Usaha = Laba, sedangkan  “Sisa Hasil Usaha (SHU) adalah Hasil Usaha dikurangi seluruh biaya operasional Koperasi.

No.
Koperasi
Badan Usaha Lain
1
Mengutamakan kesejahteraan anggota
Mengutamakan kepentingan perusahaan
2
Keanggotaan bersifat sukarela
Keanggotaan terbatas
3
Modal dari simpanan anggota
Modal dari penjualan saham, perorangan, atau kelompok
4
Berbadan hukum
Ada yang tidak berbadan hokum
5
Pengurus dipilih anggota
Pengurus ditentukan oleh pemegang saham
6
Terdapat pembagian SHU menurut jasa anggota
Tidak ada pembagian SHU
7
Keuangan bersifat terbuka
Keuangan bersifat tertutup


 Laporan Keuangan Koperasi
 Laporan Keuangan  Badan Usaha non Koperasi