Langkah Pemerintah
Tantangan itu terutama datang sebagai dampak dari lesunya
perekonomian global.
Ini bisa dilihat dari perkembangan ekonomi global hingga
semester I 2015 yang masih memperlihatkan kecenderungan pertumbuhan yang bias
ke bawah dari perkiraan semula dan pasar keuangan global yang masih diliputi
ketidakpastian. Kecenderungan bias ke bawah tersebut terutama disebabkan oleh
perkiraan ekonomi AS yang tidak setinggi perkiraan semula dan ekonomi Tiongkok
yang masih melambat. Di pasar keuangan global, ketidakpastian kenaikan
suku bunga Fed Fund Rate (FFR) di AS, gejolak di Uni Eropa, serta anjloknya
harga saham di Tiongkok menunjukkan risiko di pasar keuangan global masih
tinggi.
Kondisi Makro
Sebagai dampak perkembangan ekonomi global tersebut
pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga triwulan II 2015 masih melambat, yakni
sebesar 4,67% (yoy), menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar
4,72% (yoy). Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2015 yang masih melambat ini
terutama akibat melemahnya pertumbuhan investasi, konsumsi pemerintah, dan
konsumsi rumah tangga.
Dari sisi eksternal, ekspor tumbuh terbatas seiring dengan
pemulihan ekonomi global yang belum kuat dan harga komoditas yang masih
menurun. Di sisi lain, pertumbuhan impor terkontraksi lebih dalam sejalan
dengan lemahnya permintaan domestik.
Perkembangan Neraca Perdagangan Indonesia pada semester I
2015 mencatat surplus, terutama ditopang oleh surplus neraca nonmigas. Surplus
neraca perdagangan tersebut mendorong perbaikan defisit transaksi berjalan pada
triwulan II 2015 yang lebih baik dari prakiraan sebelumnya yaitu 2,5% dari PDB,
dan lebih baik dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 3,9% dari PDB.
Nilai tukar rupiah mengalami depresiasi, terutama dipengaruhi
faktor eksternal. Pada Juli 2015, rupiah melemah ke level Rp 13.311 per dolar
AS dari sebelumnya di kisaran Rp 12.025 pada hari pertama pemerintahan
Jokowi-JK. Angka ini bahkan terus merosot hingga hampir mencapai Rp 14.800 pada
bulan September 2015. Beruntung, kondisi ekonomi global dan kerja keras
pemerintahan Jokowi-Jk berhasil memperkokoh nilai rupiah kembali ke kisaran Rp
13.500 pada pertengahan bulan Oktober 2015.
Sejalan dengan pergerakan rupiah, perkembangan harga saham
juga mengalami tekanan. Pada awal November 2014 Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) tercatat sebesar Rp 5.085,51 merosot menjadi Rp 4.120,5 di
akhir September 2015 akibat derasnya arus modal asing yang keluar dari Bursa
Efek Indonesia. Tapi rangkaian Paket Kebijakan Ekonomi pemerintah yang
diterbitkan sejak 9 September 2015 telah membawa persepsi positif kepada
investor pasar modal, sehingga IHSG naik kembali menjadi Rp 4.591,91 pada 19
Oktober 2015.
Sebagai akibat kebijakan penyesuaian harga BBM pada bulan
November 2014, inflasi melonjak menjadi 8,36 % (yoy) pada akhir tahun 2014.
Melalui kebijakan pengendalian harga pangan dan harga barang yang diatur oleh
pemerintah, tingkat inflasi secara bertahap menurun. Pada bulan September 2015
inflasi menjadi 6,83% (yoy) atau 2,24% (ytd). Dengan pengendalian inflasi yang
ketat hingga di tingkat Pemerintah Daerah, maka inflasi diperkirakan di
kisaran 4%pada akhir tahun 2015. Penurunan inflasi sebagian disebabkan
melemahnya daya beli masyarakat akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi khususnya
di wilayah pertambangan dan perkebunan.
Perekonomian diperkirakan mulai meningkat pada triwulan III
dan berlanjut pada triwulan IV 2015. Peningkatan tersebut didukung oleh
akselerasi belanja pemerintah dengan realisasi proyek-proyek infrastruktur yang
semakin meningkat. Hal ini sejalan dengan berbagai upaya khusus yang dilakukan
pemerintah untuk mendorong percepatan realisasi belanja modal, termasuk dengan
menyiapkan perangkat aturan yang diperlukan. Sementara itu, konsumsi juga
diperkirakan membaik, seiring dengan ekspektasi pendapatan yang meningkat dan
penyelenggaraan Pilkada serentak pada triwulan IV 2015.
Paket Kebijakan Ekonomi
Terhadap dinamika ekonomi (politik) global yang sedang
terjadi, kapasitas kita memang terbatas. Karena itu yang bisa dilakukan adalah
melakukan pembenahan dari dalam. Membenahi berbagai regulasi sebagai bagian
dari wilayah otoritas dan tanggung jawab pemerintah untuk mendorong mesin
ekonomi bergerak kembali.
Ibarat mesin mobil, sudah waktunya kita melakukan overhaul:
mengganti dan membuang spare parts lama yang aus, rusak, atau yang
performanaya tak bagus lagi. Dan menggantinya dengan komponen baru yang segar
dan sesuai kebutuhan serta pelumas yang berkualitas agar mesin bisa bergerak
lebih cepat dan lincah, bahkan ketika berada pada medan yang sulit.
Maka kalau kita perhatikan, Paket Kebijakan Ekonomi yang
dikeluarkan sejak 9 September 2015, berupaya untuk menyentuh berbagai aspek.
Tujuannya untuk menangkal perlambatan ekonomi yang disebabkan oleh kondisi
ekonomi global dan domestik dengan cara memperbaiki struktur ekonomi yang lebih
kondusif bagi berkembangnya industri, kepastian berusaha di bidang perburuhan,
kemudahan investasi, memangkas berbagai perizinan serta memperluas akses
masyarakat untuk mendapatkan kredit perbankan.
Berbagai upaya deregulasi yang tertuang dalam Paket
Kebijakan Ekonomi ini membuat kepercayaan pasar mulai membaik. Ini terlihat
dari pergerakan nilai tukar yang semakin stabil, meminimalisasi pemutusan
hubungan kerja (PHK) dan iklim ekonomi (kegiatan berusaha) yang lebih kondusif.
Pemerintah juga berupaya agar penyerapan anggaran bisa
ditingkatkan. Kalau pada semester I tahun 2015, penyerapan anggaran baru
mencapai Rp 436,1 triliun atau 33,1 persen dari pagu Rp 1.319,5 triliun, maka
pada bulan September 2015, penyerapan anggaran sudah di atas 60 persen. Menurut
Menteri keuangan, hingga akhir tahun pemerintah optimistik penyerapan anggaran
bisa mencapai 94-95 persen.
Beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah untuk
mendorong perbaikan ekonomi antara lain:
Di bidang perdagangan, pemerintah telah meluncurkan
Indonesia National Single Window (INSW) yang diperbarui, sehingga siapa pun
dapat memantau keluar-masuk barang ekspor-impor melalui satu sistem. Dengan
demikian akurasi data dan informasi kepabeanan dapat dipertanggung-jawabkan
dengan transparan atau dapat diakses oleh semua pihak yang berkepentingan.
Semua perizinan, dokumen, data, dan informasi lain yang
diperlukan dalam pelayanan dan pengawasan kegiatan ekspor impor dan distribusi
kini sudah harus dilakukan melalui Indonesia Nasional Single Window (INSW).
Melalui INSW, tidak akan ada lagi proses birokrasi yang dilakukan secara
manual dan tatap muka yang selama ini menjadi hambatan kelancaran arus barang,
bahkan membuat distorsi yang membebani daya saing industri dan melemahkan
daya beli konsumen.
Menurut Menko Perekonomian Darmin Nasution, INSW adalah
wujud nyata pelayanan birokrasi modern yang dalam waktu singkat dapat
melaksanakan kebijakan deregulasi dan debirokratisasi yang diumumkan Presiden
pada tanggal 9 September 2015. Portal ini mengintegrasikan semua pelayanan
perizinan ekspor/impor secara elektronik pada 15 Kementerian/Lembaga yang
meliputi 18 Unit Perizinan.
“INSW merupakan salah satu bentuk fasilitasi perdagangan
yang saat ini memegang peran kunci, tidak saja dalam mendukung kelancaran
perdagangan intra ASEAN dan cross border trade Indonesia dengan negara
lain, tetapi juga sebagai bentuk reformasi birokrasi dalam pelayanan publik
untuk kegiatan ekspor/impor, kepabeanan, dan kepelabuhanan,” ujar Darmin.
Dengan pelayanan perizinan dan non perizinan melalui sistem
elektronik, INSW diharapkan dapat meningkatkan kepastian usaha dan efisiensi
dalam kegiatan ekspor, kebutuhan industri dan investasi, serta mengoptimalkan
penerimaan negara dari kegiatan perdagangan internasional.
Di bidang energi, pemerintah telah menurunkan harga solar
sebesar Rp 200 pada Oktober 2015 ini. Selain itu, pemerintah juga mendorong
nelayan untuk beralih dari penggunaan bahan bakar solar menjadi bahan bakar
gas. Pemerintah juga memberi diskon tarif listrik bagi industri antara jam
23.00-08.00 WIB.
Di bidang perbankan, pemerintah memberikan akses yang lebih
luas bagi masyarakat, terutama golongan kelas menengah-bawah untuk mendapatkan
akses ke sistem perbankan melalui fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan
bunga rendah, yakni 12 persen. Tak cuma itu, melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor
Indonesia (LPEI) untuk mendukung UKM yang berorientasi ekspor atau yang
terlibat dalam produksi untuk produk ekspor, pemerintah juga memberikan
fasilitas pinjaman atau kredit modal kerja dengan tingkat bunga yang lebih
rendah dari tingkat bunga komersial. Fasilitas ini terutama diberikan kepada
perusahaan padat karya dan rawan PHK.
Untuk menarik investor, terobosan kebijakan yang dilakukan
pemerintah adalah memberikan layanan cepat dalam bentuk pemberian izin
investasi dalam waktu 3 jam di Kawasan Industri. Dengan mengantongi izin
tersebut, investor sudah bisa langsung melakukan kegiatan investasi. Kriteria
untuk mendapatkan layanan cepat investasi ini adalah mereka yang memiliki
rencana investasi minimal Rp 100 miliar dan atau rencana penyerapan tenaga
kerja Indonesia di atas 1,000 (seribu) orang.
Di bidang fiskal, pemerintah menyediakan fasilitas pengurangan
pajak penghasilan (PPh) badan mulai dari 10 hingga 100 persen untuk jangka
waktu 5-10 tahun (tax holiday). Persyaratan penerima tax holiday
adalah wajib pajak baru yang berstatus badan hukum, membangun industri pionir
dengan rencana investasi minimal Rp 1 triliun, rasio utang terhadap ekuitas (debt
equity ratio) 1:4, serta mengendapkan dana di perbankan nasional minimal 10
persen dari total rencana investasi hingga realisasi proyek.
Yang disebut industri pionir meliputi industri logam hulu,
pengilangan minyak bumi, kimia dasar organik, industri permesinan, industri
pengolahan berbasis pertanian, kehutanan dan perikanan, industri
telekomunikasi, informasi dan komunikasi, transportasi kelautan, industri
pengolahan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), dan infrastruktur.
Insentif fiskal lainnya yang ditawarkan pemerintah adalah
pengurangan penghasilan netto sebesar 5 persen setahun selama enam tahun
sebagai dasar pengenaan PPh badan (tax allowance). Fasilitas ini berbeda
dengan tax holiday karena tidak mengurangi tarif PPh badan sebesar 25
persen, tetapi mengurangi penghasilan kena pajak maksimal 30 persen selama enam
tahun. Tax allowance juga memperhitungkan penyusutan dan amortisasi yang
dipercepat, pemberian tambahan jangka waktu kompensasi kerugian, serta
mengurangi 10 persen tarif PPh atas dividen yang dibayarkan kepada wajib pajak
di luar negeri.
Pada sektor perburuhan, kebijakan untuk menerapkan formula
pada penghitungan Upah Minimum juga disambut baik karena memberikan kepastian,
baik kepada pengusaha maupun buruh, tentang kenaikan upah yang bakal diterima
buruh setiap tahun dengan besaran yang terukur.
Beberapa contoh deregulasi yang telah dilakukan itu
menunjukkan konsistensi pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui
berbagai upaya penyederhanaan peraturan dan perizinan, kemudahan berinvestasi,
serta mendorong daya saing industri. Pada saat yang sama, pemerintah juga terus
berupaya meningkatkan kegiatan produktif dan daya beli masyarakat melalui
berbagai kebijakan yang pro rakyat. Bersama-sama BI dan Otoritas jasa Keuangan,
pemerintah bekerja dan hadir untuk memulihkan kepercayaan pasar.
Sumber Referensi : Data Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian Republik Indonesia
Lalu
Apa Yang diharapkan dari perekonomian Indonesia ??
Dengan beberapa paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan
oleh pemerintah harusnya kita bisa optimis untuk memajukan UKM di indonesia
karena beberapa proses birokrasi sudah dipermudah dan dipercepat. perekonomian bisa
tumbuh lebih positif di tahun ini karena sejumlah deregulasi peraturan untuk
kemudahan investasi bisa mulai terlihat hasilnya.
No comments:
Post a Comment